Aku bahagia ketika kamu bahagia, tapi...
Assalamu'alaikum, hai kamu yang sedang disapa suatu hal abstrak yang sering diilustrasikan dengan daun waru berwarna merah jambu, apa kabarmu?
Pertanyaan ini selalu ada di pangkal kerongkongan setiap aku
berpapasan dengan seseorang yang bisa dibilang bukan sahabat lagi. Dia tidak
pantas mendapat gelar sahabat, karena di mataku gelarnya lebih tinggi daripada
seorang sahabat. Dia saudariku.
***
"Oh."
Ketika pertama kali aku mendengarnya "jadian"
(sebuah istilah yang menggambarkan awal dari hubungan seorang wanita dan lelaki
dimulai) hatiku tersentak. Ada banyak hal yang ingin kuprotes dari pernyataannya itu, tapi akhirnya hanya menghasilkan sebuah "Oh." yang kemudian
mengantarkan pada malam panjang yang sedikitpun aku tak bisa terlelap walaupun sudah kupaksa agar mataku terpejam.
Bagaimana mungkin aku dapat terlelap sedangkan saudariku ada
di pinggir pintu yang selama ini sudah mati-matian ku jauhi, karena aku sudah
tidak mau lagi masuk ke dalam dunia yang sebenarnya dilarang oleh agamaku tapi
sangat populer di kaula muda, yaitu Pacaran. Dan hal yang ingin kuproteskan
adalah
Bukankah kamu sudah paham? Lalu kenapa kamu lakukan?
Sungguh, aku adalah orang pertama kali yang senang
melihatnya bahagia, ketika aura wajahnya berubah, ketika senyum sering
menghampiri bibirnya hingga seakan tinta magenta selalu melekat di kedua
pipinya. Dan aku juga paham betapa dahsyatnya rasa bahagia ketika daun waru
merah jambu itu hinggap dihati seorang insan. Tapi.. ah sudahlah, aku sampai
tidak menemukan kalimat yang tepat untuk menyampaikan rasa kecewaku.
Aku hanya mampu meminta pada Tuhan kita agar kamu selalu dalam lindunganNya dan dipermudah segala urusanmu sehingga lekas dihalalkan oleh seorang calon pemimpin keluarga yang shalih dan bertanggung jawab.
"Im not relying
on you anymore, because now I've him to rely on"
Dulu, kemanapun pergi selalu berdua, dan apapun yang
dilakukan selalu berdua, hingga kita mendapat julukan si kembar. Tapi semenjak
pernyataan itu terlontar, aktivitas "berdua" kita yang dahulu sering
dibanggakan berangsur-angsur memudar. Tidak, aku tidak mempermasalahkan, aku
paham. Aku bahkan sangat paham, karena ketika perasaan cinta menyapa, seseorang
akan disibukkan dengan apa yang dicintainya. Aku hanya perlu kembali dari
"apa-apa berdua" menjadi konsep jomblo dengan "apa-apa sendiri".
Dan itu tidak menjadi sebuah masalah untukku.
Aku justru akan sangat senang ketika suatu saat "Im not relying on you anymore, because now I've him to rely on" terlontar, But.. He is someone halal for you.
"Walaupun hanya
tersekat tembok dingin, kita seakan telah berada di dunia berbeda"
Sekarang aku merasakan dekat tapi jauh yang sebenarnya. Kita
sangat dekat, tapi sibuk dengan dunia masing-masing. Dulu kita akan
membicarakan berbagai hal yang sebenarnya tidak ada sambungan antara satu topik
dengan topik lainnya hingga tengah malam. Tapi sekarang, kita akan berbicara tidak
lebih dari 2 topik ketika berpapasan. WA dan YM yang kini menjadi merpati
surat-suratan kita.
Dan saat kita sengaja menyediakan waktu untuk makan bersama,
aku merasa yang lebih banyak menceritakan hal-hal tidak penting, sedangkan dia
sibuk mendengarkan dengan sesekali memperhatikan smartphone. Dia akan protes
jika membaca ini! Karena memang pada dasarnya dia adalah seorang listener. Tapi
mungkin dia tidak sadar bahwa sekarang, aku sama sekali tidak tahu menahu
tentang urusannya, dan dia juga tidak tahu menahu tentang urusanku. Padahal
dulu selalu pamit satu sama lain jika ada urusan individu. Bukan salahnya,
bukan salahku, dan bukan salah keadaan.
Karena kamu sekarang sudah mempunyai seseorang yang bisa kamu perdengarkan ceritamu, sehingga tidak ada lagi cerita tersisa untukku. Once again, i'm happy when you do that if he is someone halal for you
"Dia layaknya
soulmate ku (entah bagaimana dengannya)"
Ketika aku memperkenalkannya pada temanku yang lain, seperti
biasa aku berkata "Dia soulmate
ku" Tapi rasanya berbeda di lidahku ketika terakhir kali aku mengecap
kalimat ini. Karena kita benar-benar sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Dan ini yang mendorongku membuat tulisan ini yang sebenarnya bukan suatu hal
yang perlu dihiperbolakan.
Aku adalah orang yang tidak mau ikut campur urusan
orang lain sehingga aku akan diam tanpa ambil pusing, tapi keraguan muncul saat
itu. Aku takut suatu saat nanti Tuhanku Yang Maha Penyayang akan menyanyakannya
kepadaku sedangkan aku tidak tahu apa-apa. Sebagaimana orang tua kita yang akan selalu
menghubungi satu sama lain ketika terjadi sesuatu pada anaknya, tapi aku tidak
mampu menjawab karena tidak tahu apa-apa.
Jika kamu membaca tulisan ini, aku harap kamu tidak akan marah padaku karena aku membesar-besarkan masalah yang sebenarnya kecil. Tapi semoga kamu bisa memahami apa yang ada dibalik diamku. Karena sebuah diam bukan berarti tidak peduli.
Sincerely,
Saudarimu yang selalu mendoakan kebaikanmu :)